abu vulkanik gunung raung |
Jika melihat tanda-tandanya, gempa tremor yang terjadi akibat geliat gunung tersebut mulai turun. Suara gemuruh nyaris tidak terdengar lagi. Bahkan, hujan abu vulkanik yang mengguyur permukiman warga kini tidak lagi terjadi. Fenomena alam itu jelas membuat warga cukup lega.
Apalagi, bebas abu vulkanik itu berlangsung selama sepuluh hari terakhir. Sebab, polusi akibat hujan abu vulkanik yang dahsyat itu sangat mengganggu warga tepatnya pada 10 Juli lalu. Meski terbebas dari polusi abu vulkanik, warga yang tinggal di kawasan lereng gunung tersebut tetap meningkatkan kewaspadaan.
Aktivitas warga tetap berjalan normal seperti pada hari biasanya. “Daerah sini sudah tidak lagi ada hujan abu,” kata Umi, warga Dusun Pasar, Desa Sumberarum, Kecamatan Songgon, kemarin. Biasanya, puncak gunung dengan ketinggian 3.332 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu terlihat jelas pada pagi hari.
Secara visual, puncak gunung tersebut masih terus-menerus mengeluarkan asap. ‘’Untung arah angin tidak sampai ke sini,” kata Umi. Belakangan, asap abu vulkanik tersebut menerpa warga yang tinggal kabupaten lain, seperti Bondowoso.
Dengan begitu, warga Banyuwangi bebas dari abu vulkanik tergantung arah angin. ‘’Kalau di sana kena (abu vulkanik), di daerah Prajekan abu tipis,” kata Elsa, warga Sumberarum, sepulang dari mudik di Bondowoso. Memang, Gunung Raung itu dinyatakan beberapa kali erupsi.
Namun demikian, hal itu tidak membuat warga diharuskan mengungsi. Sebab, kondisi gunung yang tengah batuk itu tidak menjadi ancaman besar bagi warga, utamanya yang masuk permukiman zona merah. Seperti Desa Sumberarum, Kecamatan Songgon.
Permukiman yang hanya berjarak 15 Kilometer (Km) itu tetap aman terkendali. Meski dilanda gangguan hujan abu vulkanik, tapi warga tidak harus mengungsi. Jika warga lebih tenang dalam menghadapi risiko bencana alam, sebaliknya aparat justru bersiaga penuh.
Seperti adanya posko bencana alam milik Polres Banyuwangi yang berdiri di Lapangan Desa Sragi, Kecamatan Songgon. Hingga kemarin, posko tersebut masih belum dibongkar. Dua unit truk pengangkut personel stan by di lapangan tersebut.
Keberadaan posko itu bukan untuk menampung warga jika sewaktu-waktu gunung meletus. Tapi, posko tersebut digunakan untuk siaga penuh dan mempermudah proses evakuasi warga. Sebab, jika digunakan sebagai tempat penampungan, maka otomatis mubazir.
Sebab, durasi dari lapangan itu ke puncak gunung kurang dari 20 Km. Dengan keberadaan posko itu, warga lebih mudah dalam mengetahui perkembangan gunung tersebut. Kepala desa Sragi, Agus Priyono, mengaku jika langkah aparat tersebut patut diapresiasi.
Sebab, mereka memberikan rasa aman dan perlindungan kepada masyarakat. ‘’Buktinya, sekarang gunung tidak lagi heboh, tapi posko masih tetap berdiri,” tandasnya. Yang pasti, jelas dia, warganya juga masuk kawasan zona merah jika sewaktu-waktu gunung terbesar di Pulau Jawa itu meletus.
Tapi, masih kata dia, warga tidak panik dalam perkembangan gunung selama ini. “Kalau dulu memang panik, sekarang tidak. Hujan abu juga tidak ada yang mengungsi,” pungkasnya. (radar)
0 Response to "Banyuwangi Bebas Abu Vulkanik"
Posting Komentar