kuliner khas kupat lodoh |
HIDANGAN makanan berbahan ayam sepertinya memang tidak lepas dari tradisi kuliner masyarakat Banyuwangi. Mulai pecel pitik, rujak soto yang berisi ceker dan kepala ayam, sampai ayam uyah asem. Di Desa Glagah, Kecamatan Glagah, ada kuliner olahan ayam yang mungkin tidak ditemukan di daerah lain.
Makanan tersebut menurut penduduk setempat hanya disajikan ketika bulan syawal, tepatnya untuk memperingati Hari Raya Idul Fitri. Namun, untuk membuatnya, mereka biasa mempersiapkan sejak sepuluh atau lima belas hari sebelum hari raya.
Alasannya, supaya bumbu kupat lodoh itu meresap lebih lama, sehingga rasanya sangat enak ketika dihidangkan. Saat mengunjungi Dusun Kampung Baru di Desa Glagah pada hari ke-7 Lebaran, Jawa Pos Radar Banyuwangi (JP-RaBa) sempat mencoba hidangan kuliner tersebut.
Saat dihidangkan, warga mengemasnya dengan daun pisang yang dibentuk mirip wadah jenang sum-sum. Di sampingnya tentu saja adalah ketupat yang menjadi pelengkap dari kuliner kupat lodoh. JP-RaBa pun langsung mencicipi rasa makanan yang bergelimang dengan kuah berwarna kuning itu.
Cara makannya adalah dengan mencuil ketupat dan mencocolkannya ke bumbu berwarna kuning itu. Sedangkan untuk makan ayamnya tentu saja harus dipegang lagi karena tidak ada sendok yang digunakan untuk memisahkan daging dari tulang ayam.
Begitu ketupat dan bumbu rempah berwarna kuning itu sampai di lidah, rasanya hampir mirip bumbu pecel pitik, tapi dalam bentuk cair. Ampas kelapa yang ada dalam bumbu yang melumuri daging ayam terasa sedikit berminyak dengan membawa aroma rempah-rempah.
Namun yang paling nikmat dari makanan ini adalah tidak ada bahan MSG (penyedap rasa) di dalamnya. Memang hal itu membuat rasa dari masakan menjadi tidak tajam, tetapi bagi mereka yang sudah mencicipinya tentu tidak peduli.
Apalagi tekstur daging ayamnya meskipun dari ayam kampung saat digigit tetap lunak. Tidak seperti ayam kampung biasa yang cukup alot saat digigit. Muhin, 62, salah satu warga Dusun Kampung Baru yang menghidangkan makanan kupat lodoh tersebut kepada kami mengatakan, jika proses pembuatan dari makanan ini memang sedikit lebih lama.
Biasanya mereka akan menggunakan daging ayam kampung jantan atau jago. Saat mengolahnya pun harus diaduk berkali-kali supaya bumbunya meresap. Kakek yang kesehariannya bekerja sebagai petani itu juga mengatakan, jika masakan ini hanya ada di Desa Glagah.
Jika ada orang dari desa lain yang membuatnya itu pun rasanya tidak akan seenak kupat lodoh yang dibuat di Desa Glagah. Bumbunya sederhana saja, hanya menggunakan parutan kelapa dan rempah-rempah bumbu seperti kunyit dan laos.
Yang berbeda adalah cara pengolahannya yang dikatakannya rahasia turun temurun. Kelebihan dari makanan ini, kata Muhin, adalah ketahanannya. Jika makanan lain paling lama lima hari sudah basi, maka kupat lodoh bisa bertahan sampai sebulan lebih.
“Kalau ingin makan dalam kondisi hangat, ya tinggal dihangatkan, tapi kalau tidak juga tidak apa-apa, semakin lama nanti bumbu ayamnya akan jadi hitam dan semakin gurih,” terang Muhin. Jadi meskipun tanpa bumbu penyedap, Muhin mengatakan jika kupat lodoh akan gurih dengan sendirinya jika semakin lama dibiarkan.
Rupanya itulah alasan kenapa makanan ini dibuat bahkan jauh-jauh hari sebelum Lebaran. Mirip dengan rendang kapau khas Padang yang semakin lama disimpan justru akan semakin enak dan berminyak. Bagi warga luar Desa Glagah yang ingin mencicipi kuliner ini, bisa meminta langsung kepada warga asli di Desa Glagah.
“Tapi harus sabar, karena ada prosesnya, mungkin satu hari baru jadi,” ujarnya sambil mempersilakan JP-RaBa mencicipi tape ketan yang dibungkus daun jati. (radar)
0 Response to "Mencicipi Kupat Lodoh, Kuliner Khas Lebaran Desa Glagah"
Posting Komentar