mahasiswa desak rektor mundur |
Berita Banyuwangi - Konflik Perpenas Untag 1945 Banyuwangi semakin meruncing. Setelah kubu Sugihartoyo melaporkan kubu Waridjan ke polisi, tadi malam sejumlah mahasiswa turun ke jalan. Para pendemo yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Peduli Kampus (Ampek) menggelar aksi unjuk rasa di depan kampus Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi pukul 18.00 Jumat (13/11) kemarin.
Demo itu digelar untuk menyikapi polemik yang terjadi di kampus Merah-Putih itu akhir-akhir ini. Polemik itu dirasa sangat merugikan proses belajar-mengajar mahasiswa. Dalam orasinya, puluhan mahasiswa itu mennyampaikan tuntutan agar segera sengketa yang terjadi di internal Perpenas itu disudahi.
Mereka juga menyerukan agar kembali mengaktifkan beberapa dosen yang sebelumnya dinonaktikan dengan alasan keamanan. Selain itu, puluhan mahasiswa dari berbagai fakultas itu juga menuntut pihak kampus mengklarilikasi dan mencabut Surat Rektor No. 0606/Sek-2/R-UT/XI/2015.
Tidak hanya itu, mereka juga menyerukan agar pihak kampus bertanggung jawab atas isu tentang pembekuan kampus Untag Banyuwangi kepada seluruh mahasiswa. Yang paling sering dilontarkan mahasiswa dalam orasinya, mereka menuntut pihak rektor dan jajaran rektorat turun jabatan.
Sebab, apa yang telah terjadi itu dirasa telah melanggar kode etik pendidik. “Penonaktifan dosen dan beberapa karyawan kami kira bukanlah sikap yang tidak sewajarnya. Ini menunjukkan bahwa kampus tidak independen, “teriak Rian Kurniawan, korlap demo tadi malam.
Mahasiswa Fakultas Pertanian Untag Banyuwangi itu menambahkan, penonaktifan beberapa dosen itu dirasa sangat merugikan pihak mahasiswa. Dia mengatakan, dari beberapa dosen yang dinonaktiñcan, ada empat orang yang saat ini telah menjadi dosen pembimbing skripsi.
Dengan penonaktifan tersebut, mahasiswa yang akan melaksanakan bimbingan skripsi saat ini menjadi kesulitan karena dosen pembimbing sudah dinonaktifkan. Jika beberapa tuntutan yang telah dibacakan mahasiswa itu tidak dikabulkan, mereka berjanji akan menggelar aksi demo serupa dengan jumlah masa yang lebih banyak.
“Turunkan rektor, turunkan rektor, turunkan rektor,” teriak puluhan mahasiswa sembari membeber spanduk beri kecaman terhadap rektor. Pantauan Jawa Pos Radar Banyuwangi malam kemarin, aksi demo ini membuat jalan Adi Sucipto sisi barat ditutup sementara mulai pukul 18.00-19.00.
Selain membacakan orasi, beberapa mahasiswa tadi malam juga mendesak rektor untuk menemui mereka. Sayang, ditunggu cukup lama, sang rektor Tutut Hariyadi tidak kunjung muncul. Mereka juga melakukan aksi bakar ban bekas dan aksi duduk di jalan raya.
Meski tidak ditemui rektor-sampai pukul 19.00, puluhan mahasiswa ini akhirnya membubarkan diri. “Kami akan melakukan demo lebih besar jika tuntutan tidak dikabulkan,” ujar salah satu pendemo. Hingga berita ini ditulis, pihak rektorat belum berhasil dikonfirmasi.
Demikian juga dengan pihak Perpenas terpilih Sugihartoyo maupun kubu Waridjan. Konflik internal di tubuh Persatuan Gema Pendidikan Nasional (Perpenas) 17 Agustus 1945 Banyuwangi antara kubu Waridjan dan Sugihartoyo semakin memanas.
Pasca konflik tersebut muncul surat edaran dari rektorat Untag 1945 yang melarang pengajar tertentu memasuki kampus. Konon, surat itu dikeluarkan dalam rangka menjamin keamanan para pengajar yang namanya disebut dalam surat itu dengan dalih kondisi kampus belum kondusif.
Ada lima dosen Untag yang dilarang datang ke kampus, yang berlokasi di Jalan Adi Sucipto, Banyuwangi, tersebut. Surat tersebut dilayangkan Rektor Untag, Tutut Hariyadi, pada 9 November dengan alasan menjaga keamanan sembilan karyawan itu lantaran situasi kampus Untag belum kondusif.
Lima dosen dan karyawan yang diminta tidak datang ke kampus tersebut, di antaranya Sugihartoyo, I Wayan Mertha, Ahmad Nurkomari, Dwi Wulandari, dan Purnawan Aribowo. Wayan dan Nurkomari merupakan pegawai negeri sipil (PNS) Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah VII yang berstatus DPK (Dipekerjakan) di Untag Banyuwangi.
Bukan hanya menjalar ke kalangan dosen, empat karyawan Untag Banyuwangi juga dilarang datang ke kampus akibat imbas konflik kepemimpinan Perpenas. Mereka adalah Nuri, Dian, Yosita, dan Anam. Sembilan orang itu disebut-sebut dekat dengan kubu ketua Perpenas terpilih, Sugihartoyo.
Rektor Tutut Hariyadi kala itu mengatakan dirinya melayangkan surat permintaan kepada sembilan dosen dan karyawan lantaran mereka masuk dalam kepengurusan Perpenas kepemimpinan Sugihartoyo, yakni kepengurusan yang dicantumkan pada Akta Notaris Nomor 9 Tahun 2015 yang dibuat oleh notaris Abdul Malik.
Di sisi lain, Tutut mengaku dirinya tidak kemana-mana, melainkan tetap berpegangan pada Akta Notaris Nomor 42 yang dikeluarkan notaris Woro Indah Soeryandari pada tahun 2010 lalu. Konflik kian memanas tatkala rapat periodisasi untuk memilih ketua Perpenas periode 2015- 2020 berlangsung pada 21 Oktober.
Rapat yang digelar di kantor Perpenas yang berlokasi di kompleks kampus Untag tersebut dihadiri lima pengurus, yakni Waridjan, Stefanus Suhardji, Sutopo, Sugihartoyo, dan Inani Sukesi. Satu pengurus Perpenas yang lain, Untung Husarnadiman, tidak hadir karena sakit.
Nah, ada dua versi tentang rapat dan hasil rapat periodisasi Perpenas tersebut. Berdasar versi Sugihartoyo, rapat periodisasi tersebut membahas agenda tunggal, yakni periodisasi Perpenas masa bakti 2015-2020.
Dalam rapat yang diikuti lima orang tersebut, kata Sugihartoyo, dirinya mendapat dukungan tiga suara. Waridjan mendapat dukungan dua suara. Peserta rapat yang memberikan dukungan kepada Sugihartoyo adalah Inani Sukesi, Sutopo, dan Sugihartoyo. (radar)
0 Response to "Mahasiswa Desak Rektor Mundur"
Posting Komentar